Ini adalah posting karya saya yang masuk dalam pameran Tua tua sekolah yang di adakan di Ruang rupa Jakarta pada tahun 2011,mungkin agak telat memposting ini..tapi mengigat saya baru saja memiliki blog maka tidak apalah.

berikut saya sadur catatan review pameran tua tua sekolah dari majalah kegemaraan anak muda saat ini apalagi kalo bukan majalah COBRAAA


http://majalahcobra.com/blog/catatan-dari-pameran-proyek-buku-sketsa.html


Catatan dari Pameran Proyek Buku Sketsa

- November 29, 2011 -

Teks & Foto: Anton Paragraf
Buku catatan – gambar, menjadi penting sebagai sarana membuat perencanaan, catatan ide-ide, potongan cerita, gambar yang tidak selesai, semua itu sebuah proses hingga akhirnya sampai pada satu hasil atau bisa juga tidak menjadi apa-apa karena coretan itu sebenarnya belum rampung saat kita menemukan hal-hal baru yang menjadi buah pikir kita, sebuah pandangan terhadap sesuatu, sebuah spontanitas saja, sebuah percobaan saja, coret-coret saja, menyimpan memori kita pada sebuah buku dalam bentuk gambar, catatan atau pun menempelkan sticker, artikel, karcis, bon, sebagai sarana pengingat. Dia bukan buku tulis pelajaran di sekolah dulu, jadi jelas bisa terjadi hal apa pun oleh si pemiliknya, bebas mau diapakan saja, dibakar setengah pun jadi.
Saya masuk kedalam RURU galeri yang saat itu masih disiapkan, padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul enam lewat, semakin dekat dengan waktu dibukanya pintu galeri. Dua kepala menyembul dari balik pintu geser kaca, pintu utama, dan mereka yang di dalam dengan bahasa tubuh mencoba berkata gagu “belum buka” dan tangan “di-dadah-dadahkan”.
Mereka adalah Saleh Husein, salah satu kuratornya bersama Mushowir, dekat meja belajar kecil yang jadi gaya penataan salah satu buku sketsa (tampak masih ada yang digeser atau ditambah. Lampu mejanya menyala kuning, berserak kaleng bir, asbak, dan kertas– bagian dari tata letak pamerannya). Juga Jah Ipul, kawan yang membantu mereka. Muncul kemudian Indra Ameng.
Saya juga melihat Narpati Awangga, merapihkan buku sketsanya, di ruang samping galeri, tidak lama kemudian menyerahkan pada Saleh, lalu dia letakkan pada kayu kotak warna hitam yang jadi dudukan buku itu.
Saya juga bertemu Ricky Malau, penggemar bola yang jago menggambar, saya tau dia yang membuat lukisan Messi di tembok dalam galeri, saat itu necis sekali pakaian yang dia pakai, kemeja rapi dimasukkan dengan celana bahan warna biru muda, bertopi pet.
“Kapan lukisan Messi dibuat?” tegur saya sambil bertanya.
“Kamis dua hari yang lalu,” jawabnya.
Kagum dengan gaya melukisnya, bak pelukis poster film di bioskop Metropole.
Waktu menuliskan catatan pameran ini, saya seolah-olah mencoret-coret buku sketsa/catatan saya. Sedikit berhenti, lalu lanjut lagi saat muncul ide, begitu seterusnya.
Saya yakin sekali ada banyak hal rahasia dari diri kita masing-masing yang belum muncul dari pameran buku sketsa di sana, karena buku itu tidak bisa menampung semua ide yang ada di kepala kita. Rahasia pribadi masing-masing yang tidak muncul dalam pameran ini akan terus tersalurkan dalam “buku” lainnya di rumah kita masing-masing, dalam komputer desktop, blog, laptop hingga handphone, karena justru ide yang lebih “kotor”lah yang banyak tidak tampak, ditutup-tutupi, padahal itu yang paling jujur. Atau jangan-jangan kita sudah tidak sempat untuk membuat sketsa di buku lagi, tapi kolom twitter jadi tempat “sketsa” baru kita, itu pun kalo kita aktif, atau hanya membuang waktu dengan membaca “sketsa” orang saja.
Saya akan tulis 29 orang yang beruntung terlibat dalam proyek buku sketsa ini: Adi Cumi, Anggun Priambodo, Aprilia Apsari, Bowo Ombow, Budi Santoso, Djarot Soerjadi, Erwan Herisusanto, Hauritsa, Henry Foundation, Hestu Ardiyanto, Ika Putranto, Jimi Multazam, Kemal Reza Gibran, Marishka Soekarna, Mateus Bondan, Monica Hapsari, Muhammad Taufiq, Mushowir Bing, Narpati Awangga, Rakhmat Dwi Septian, Reinaart Vanhoe, Reza Azer, Reza Asung Afisina, Rio Farabi, Ricky Malau, Saleh Husein, Sanchia Hamidjaja, Tiar Sukma Perdana, Ykha Amel.
Beruntung karena kita yang datang akhirnya sedikit bisa melihat seperti apa mereka mengisi buku sketsanya. Tentu masih banyak rahasia sketsa mereka yang tidak terpapar, dan saya pun berpikir tiba-tiba ingin melihat seperti apa buku sketsa orang-orang yang saya kagumi, Tatang S. dan Soekarno.
- – - – - ] [ {} :: // :: ??’:: +–k,.,.,>,.,
–(((=====K##::#:#:#)) *_* ??\\// : : :: :: :: ::==-
demikian saya mencoba membuat coretan/sketsa pada layar laptop saya.
Membaca katalog yang tersedia gratis di meja depan galeri, saya jadi tahu sebab awal pameran ini tercetuskan, yatu TUA-TUA SEKOLAH, adalah sebuah nama produk buku yang dibuat oleh tiga perempuan: Cecil Mariani, Felencia Hutabarat, dan Lisabona Rahman. Mereka membuat produk buku demi mengumpulkan dana untuk melanjutkan sekolah pada bidang seni-budaya di luar negeri. Dan ide awal Saleh Husein untuk membuat pameran buku sketsa jadi semakin terealisasi setelah dia dan Indra Ameng bertemu trio TUA-TUA SEKOLAH empat bulan lalu (mereka sudah di luar negeri saat ini melanjutkan sekolah, dua di Belanda, Amsterdam dan Rotterdam, dan satu di New York).
Maka penggabungan dua kubu ini menjadikan pameran kemarin jadi terealisasi, saling menyokong kata saya, pihak buku dan pelaksananya. Tuntas sudah! Kerja sama antara pemodal buku (untuk modal sekolah) dan seniman dalam skala kecil nan manis tapi berakibat fantastis!
::
Pameran Proyek Buku Sketsa
27 November – 9 Desember 2011
10.00 – 21.00 WIB
RURU Gallery
Jl. Tebet Timur Dalam Raya no.6
Jakarta Selatan 12820









Copyright of Majalah Cobra 2011. Powered by Bitcribs.





disini saya juga akan menyertakan beberapa karya saya yang dimuat di pameran tersebut

Komentar

Postingan Populer